Ketika manusia mulai pandai melebur biji besi menjadi batang besi, lalu menempa dan membentuk lempengan, kemudian mengasahnya menjadi sebilah mata kapak yang tajam; ketika itulah pohon-pohon di dunia mulai khawatir akan nasib mereka. Pohon-pohon melihat semakin hari semakin banyak kerusakan yang diperbuat oleh manusia dengan kapak-kapaknya. Berbondong-bondong manusia memanggul kapak memasuki hutan dan menebangi pohon-pohon.
Apa jadinya bila dunia tanpa hutan yang lebat? Apa jadinya bila dunia tanpa pohon. Namun pohon tak bisa berbuat banyak. Pohon hanya bisa menitikkan air mata dan geram saat memandang satu-per-satu pohon lain bertumbangan akibat dikapaki oleh manusia-manusia. Kerusakan pohon sudah sedemikian dashyatnya.
Kini hanya tertinggal sebatang pohon di hutan itu yang merintih, “Oh, mengapa manusia menciptakan kapak yang digunakan untuk menebangi pohon-pohon? Sungguh kejam kapak itu.”
Rintihan itu terdengar oleh seorang penebang yang menjawabnya sambil tertawa-tawa, “Ha..ha..ha.. wahai pohon lihatlah, sebilah mata kapak ini takkan bisa melukaimu begitu parah bila tak dilengkapi dengan pegangan yang terbuat dari kayu yang kuat. Sadarkah kau bahwa kayu itu berasal dari pohon – yaitu dirimu sendiri!”
Pohon, “Haaah..???”
Renungan:
Ketidakbahagiaan dapat ditelusuri ke dalam diri sendiri. Dan kenyataannya seringkali musuh terbesar seseorang justru adalah dirinya sendiri. (Adapted from The Illustrated Heart Sutra – Tsai Chih Chung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar